Rabu, 09 September 2015

GAK KEBAYANG BAKAL TINGGAL DI BALI

Edit Posted by with No comments



Seumur-umur saya gak pernah punya bayangan nantinya bakal settle down di Bali. Sumpah! Waktu kecil saya palingan pernah merengek-rengek ke ayah ibu saya supaya diajak tamasya ke Pantai Kuta. Kenapa? Soalnya banyak dari temen sekelas saya di SD udah menginjakkan kaki di Pulau Dewata. Dan tau dong gimana sekembalinya mereka dari liburan panjang pasti yang di ceritain ya tentang gimana pengalaman mereka selama di Bali yang pasti dijamin seru. Can you imagine betapa inginnya saya merasakan hal yang sama. Tapi biar mohon-mohon dan nangis-nangis depan ayah ibu juga gak bakalan terwujud. Masalahnya ya dana, ayah saya cuma bekerja sebagai pegawai kecil di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang marketing di Jakarta Selatan. Ibu saya seorang penjahit dan terkadang nyambi jadi penata rias pengantin itu juga gak sering-sering dapet job. Maka sulit sekalilah untuk membayangkan kami bakal bisa berlibur ke Bali.*nelen ludah.

Pendapatan ayah saya hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari dengan cukup…saya gak bilang kurang ya sis…artinya saya dan kakak bisa makan roti lauw setiap sore sebagai kudapan, bisa langganan majalah bobo, bisa kursus electone, kursus balet, bisa minta stationary baru setiap pengen penghapus yang lucu-lucu. Kecuali pergi ke Bali dan membeli mobil. Kemana-mana kami berempat: ayah-ibu-kakak-saya selalu menggunakan motor sebagai moda transportasi. Meski demikian kami selalu diajarkan supaya selalu bersyukur pada Tuhan..selama kami selalu bersama itu sudah lebih dari cukup.

Kakak saya Amelialah yang akhirnya membawa kami berempat ke Bali dua tahun kemudian. Kok Bisa? Waktu itu sebuah produsen susu mengadakan sayembara berhadiah, saat itu jaman-jamannya siapa yang paling banyak ngirim kotak pembungkus susu akan memiliki banyak kesempatan memenangkan undian. Tidak ada diantara kami yang sadar kalau Kak Amel selalu menyimpan kotak kemasan susu tiap kami membelinya, begitulah dia pelan-pelan ngumpulin kotak kemasan dan ketika sayembara diadakan langsung dia kirim meskipun harus memecahkan celengan ayamnya terlebih dulu supaya ada biaya membeli perangko. Saya ingat waktu itu kakak mengirim hampir 50 kotak. Dua bulan kemudian tak disangka-sangka nama Ayah tertulis di sebuah Koran terbitan ibukota sebagai pemenang hadiah utama menginap selama 3 hari 2 malam di sebuah hotel berbintang tepat di depan pantai Kuta. Ternyata kakak mengirimkan kemasan itu atas nama ayah. Bukan main hebohnya kami ketika mengetahui ini, saya nangis kesenangan, kakak berdoa dan ke gereja mengucap syukur, ayah ibu terbengong-bengong dua hari saking kagetnya.

Long story short, akhirnya kami sampai ke juga ke Bali, luar biasa indah, luar biasa ramai, pokoknya menyenangkan sekali. Di Bali mulai dari akomodasi, transportasi, konsumsi bahkan sampai ke uang saku kami di tanggung pihak penyelenggara. Benar-benar mimpi yang terwujud. Sayangnya liburan itu teramat pendek dan kami semua menangis terharu ketika akhirnya harus meninggalkan Bali. Tapi saya merasa menjadi orang yang paling sedih, entah kenapa, ketika kembali lagi ke Jakarta saya merasa hati saya tertinggal di Bali. Entah kapan akan kembali ke sana lagi….hiks..

Di kemudian hari setelah saya dewasa akhirnya saya tahu kalau tinggal di Bali itu bukan hal yang mudah ternyata. Ini sama sekali tidak berhubungan dengan uang ya…ada uang yang cukup atau tidak. Sama sekali bukan. Tapi lebih kepada apakah Bali sendiri menerima kamu sebagai bagian dari pulau itu. Ini sangat spiritual sekali. Teman saya Sandra Lizt dari Swiss pernah bilang bahwa living in Bali it’s not as easy as you might imagine, it’s either Bali will suck you in or spit you out. Kalau Bali menerima kehadiran kamu untuk tinggal di dalamnya pasti kamu akan di buat betah selama berada di sana tetapi kalau Bali tidak menerima kamu, dengan segera kamu akan merasa gelisah dan panas didalam diri kamu selama di Bali dan menemui berbagai macam masalah. Di Bali ada yang di sebut Taksu yaitu semacam kekuatan spiritual yang menyelimuti setiap jengkal napas kehidupan. Bagi yang menghormati tatakrama Bali dan tidak berbuat onar pastinya alam Bali akan dengan senang hati menerima keberadaan kita. Tapi bagi yang menyimpan niat buruk sebelum dilakukanpun alam Bali sendiri telah mengetahui dan kecil kemungkinan bisa bertahan tinggal lama di Bali.

Untunglah setelah menikah dan mengikuti suami tinggal di sini semua berjalan baik seperti yang sudah direncanakan sejak semula. Alhamdulillah-Astungkara-Puji Tuhan. Alam Bali di sini sangat mendukung kehidupan dan kreatifitas kami sebagai warganya. Pada postingan selanjutnya saya akan banyak membahas keunikan-keunikan Bali….ditunggu ya friends…..





0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...