Semakin
lama saya mempelajari hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan secara Frugal
semakin saya mengerti apa makna Frugal itu sebenarnya. Yang saya ketahui selama
ini kalau ada seseorang yang memilih hidup dengan cara Frugal maka dengan cepat
pula saya mencap dia sebagai manusia pelit dan kikir. Stigma itu akan tetap
melekat dalam pikiran saya dan di masa selanjutnya mungkin saya akan sedikit
menarik diri dalam pergaulan sosial dengannya. Mengapa?
Mungkin
saya akan menjadi sangat penuh pertimbangan kalau ingin mengajak dia ikutan
misalnya untuk sekedar Barbecue-an bareng teman-teman lain di suatu weekend
karena khawatir ke-frugalan-nya akan membuatnya terkendala dengan itu. Biasanya
BBQ-an yang kita adakan based on ‘patungan’
untuk membeli bahan-bahannya. Ternyata tidak semua penganut paham frugal yang
seperti itu, maka kita tidak boleh menyamaratakan hal tersebut. Artinya saya
masih berpeluang untuk mengajak 2 tipe frugal lain yaitu tipe frugal pemula dan
tipe frugal moderate. Tapi untuk tipe yang paling ekstrim yakni tipe orang
frugal yang jelas-jelas untuk dirinya sendiri saja pelit, untuk yang ini saya dengan
tegas menutup kemungkinan untuk mengajak mereka patungan buat BBQ-an.
Melalui
perbincangan saya dengan beberapa orang penganut paham frugal di Bali yang
tidak bersedia di ekspos identitasnya (mungkin karena sedikit malu kali ya),
saya terdorong untuk mengklasifikasikan tipe manusia Frugal ke dalam 3 Kategori
berdasarkan cara hidup mereka menurut pengamatan saya:
EXTREME FRUGAL
What
on earth there is a human type like this?
Tipe
ini yang paling tidak saya mengerti. Keadaan masa lalu apa ya yang kira-kira
memicu mereka menjadi orang yang seperti ini. In My Humble Opinion, ini yang
terparah semua jenis frugality.
Ketika
saya bekerja di sebuah wedding catering
company di daerah Kuta-Bali sebagai catering co-ordinator, pernah sepasang couple datang untuk mengikuti food tasting. Bersama pasangan itu ikut
pula Ibu dari sang mempelai wanita untuk menemani dan mungkin untuk membantu couple itu memberikan opini tentang kira-kira
makanan apa yang cocok dan tidak cocok untuk wedding mereka nantinya. Ketika
acara pencicipan usai, tiba-tiba sang ibu menghampiri saya dan berbisik supaya
saya mau menyuruh server untuk
membungkus seluruh makanan sisa di seluruh piring termasuk piring saya dan si
Chef, bahkan termasuk tulang-tulang ayam dan sisa potongan rib steak, juga sisa-sisa dessert
di beberapa crockery. Saya
tanyakan itu untuk apa ? Dia langsung bilang, “ ya untuk saya nanti…sayangkan
kalau tidak di habiskan and it took a lot
of fortune to pay it off”. Waktu itu saya seperti freeze di udara secara
itu kali pertama saya berhadapan
dengan klien yang seperti itu. Okeylah kalau sisa-sisa itu di pungut dari piring
sendiri, tapi sisa makanan di piring orang lain? Oh, No! This is exactly like doing a huge crime to your own self.
Buat saya ini unacceptable!
Kali
lain saya meeting dengan seorang prospective
client di sebuah resto high end
di daerah Menteng-Jakarta Pusat. Kebetulan pihak kantor saya yang mengundang si
nona manis untuk further business
conversation mengingat orang tersebut memiliki akses bagus ke beberapa
wedding planner terkenal di Jakarta dan sekitarnya. Atas biaya yang cukup dari
kantor tempat saya bekerja, saya berinisiatif untuk memesan beberapa makanan
yang lumayan mahal seperti Sop Buntut dan Iga Bakar. Seiring dengan alur
diskusi kami yang berjalan sangat smooth selama
acara lunch tersebut berlangsung tak
terasa semua makanan yang kami pesan ludes. Kemudian ketika saya selesai melunasi
bill tagihan pesanan, saya di buat
terkaget-kaget bukan kepalang, pasalnya si nona manis yang saya ajak meeting itu memerintahkan pelayan untuk
membungkus semua sisa air minum di semua gelas yang ada termasuk gelas saya. What the heck is goin’ on here? Sisa Air
Minum??? Whaaat?????. Dengan tenang
dia menerangkan kepada saya kalau setibanya di rumah, air tersebut akan di
masukan ke sebuah ketel, menjerangnya di atas api dan siap untuk dia minum. Wait…wait…but suddenly I can’t breathe well!
Seketika
tubuh saya melunglai soalnya sang pelayan juga terlihat semi-shock deh kayaknya mungkin hal aneh seperti ini belum pernah
dia alami. Untuk memperburuk situasi, beberapa pasang mata di meja-meja lain
dengan intens menatap ke arah kami dengan curiosity
level setingkat intel. Halaaah! Apalagi sih ini My Dear Lord? Tapi saya tetap harus menjaga sikap saya senetral
mungkin untuk membuat kekagetan saya tidak sampai terbaca oleh si nona manis
demi kelanjutan bisnis dari pertemuan ini. Sebelum berpisah saya menyaksikan
beliau masuk ke dalam sebuah mobil sport mahal yang saya ketahui kemudian
adalah milik pribadi si nona manis. She
is not poor! She is so wealthy! Semestinya dia gak sepelit itu ke dirinya
sendiri, semestinya dia harus menghargai dirinya tak serendah itu menurut saya
sambil mengurut dada.
Tapi
saudara-saudara, yang paling parah dari yang paling parah adalah kenalan
terbaru saya, sebut saja Lani. Kejadiannya baru saja terjadi minggu lalu,
sepulang dari kursus membatik di Ubud, saya menumpang kendaraan Lani karena
suami saya sedang tidak bisa menjemput karena suatu hal mendesak. Karena perut
mulai berteriak lapar, kami bersepakat untuk mampir di sebuah Kafe di area
Sunset Road. Ditengah acara makan yang penuh celoteh dan tawa cekikik kami
tentang betapa tak mudahnya ternyata proses membatik itu, seketika Lani minta
ijin untuk ke toilet sebentar yang ternyata menjadi tidak sebentar.
Ujung-ujungnya akhirnya Lani muncul dari arah belakang kafe dengan wajah penuh keriangan sambill menjinjing
sekantung besar plastik kresek berlogo kafe tersebut. Didalamnya terdapat
banyak jenis makanan yang telah expired yang tak lagi akan di pakai oleh pihak
kafe. “Sayang kan dibuang, Yarra…liat nih masih bagus banget nih
tortillanya..dan look at this…ini roti ciabatta-nya masih harum” kata Lani
dengan semangat berapi-api.
Sekali
lagi saya mengurut dada, ya ampun ada lagi nih yang model kayak beginian. Apa
yang saya lihat di kantung tersebut berbanding terbalik dengan apa yang di
lihat Lani. Alih-alih kagum saya malah begitu jijik melihat betapa hijaunya
cendawan yang bertumbuh di permukaan roti tortilla dan roti ciabatta-nya tampak
seperti kecoklatan mungkin akibat pernah jatuh ke lantai! Saya lebih baik
membuat tortilla dan ciabatta homemade sendiri, murah meriah dan sehat ketimbang
harus melakukan hal yang di lakukan Lani seperti ini. Hhhhh.
Dengan
sumringah Lani juga berbagi cerita lain sekelumit tentang ke-ekstriman
frugality-nya yang dia anggap membuatnya semakin kaya secara materi.
“Yarra,
coba lihat deh kulit aku..and gimana menurut kamu”
Saya
menelisik kearah kulit muka dan tangannya yang tampak normal-normal saja. “
Oh…menurut aku fine aja Lan!, bagus… tak ada masalahkan? Tanya saya
“You
know what soap I use every time I go shower?” matanya mendelik
“No
clue” kata saya, “ pasti soap mahal ya….produk body shop???” kata saya
asal-asalan, soalnya saya tahu itu impossible…wong
makanan aja minta sampahan food dari
kafe. Sebenarnya ingin saya menebak,” gak pake sabun ya? supaya super irit???
Tapi yang ini cukup saya simpan di hati saja.
“Nope!
aku pakai sabun cuci”
“Seriously?”
“Embeeeer!
Dengan Rp. 1000,-saja, aku bisa pake itu dalam 30 hari!...wow!..Super saving
ever!”
“Kamu
gak takut kulit kamu bakal ancur nantinya, itukan bukan buat kulit?”
“So
far so great! Buat apa pusingin tentang hal yang belum kejadian?”
“Iya
sih…tapi…” ahhh…saya jadi gak bisa ngomong apa-apa lagi.
This
is it…the most frugal person I have ever met in my life. Tobat..Tobat!
How
come she consciously will have that “craps” as her food?
Bukankah
makanan busuk tempat yang paling di sukai bakteri jahat untuk bertumbuh?
Maksudnya kamu makan bakteri gitu…Lan? Hiiiiiii……
Ah!
Gak ngerti deh!
MODERATE FRUGAL
Dari
segala tingkatan kefrugalan, tipe ini yang saya anggap paling masuk akal dan
sehat. Tipe inilah yang A to Z nya ingin saya pelajari lebih mendalam.
Tipe
moderate ini saya golongkan sebagai tipe orang frugal yang harus hidup
menghemat atau mengencangkan ikat pinggang akibat keadaan ekonomi yang sedang
sulit dan orang yang menganut paham ini jelas-jelas bukan orang kikir.
Di
era finansial macam sekarang ini dimana banyak pihak yang terkena imbas
kesulitan moneter, banyak ibu rumah tangga khususnya para stay at home moms yang berjuang untuk tetap dapat mempertahankan
situasi rumah tangga yang kondusif dengan cara berusaha memberikan kualitas
kehidupan misalnya melalui makanan yang di masaknya untuk tetap memiliki
standar yang sama ketika masa ekonomi sulit belum terjadi.
Tipe
ini tidak akan pernah mengorbankan keluarganya untuk menyantap sesuatu yang
kadaluarsa, melainkan dia akan memutar otak untuk bagaimana mendapatkan makanan
segar bergizi namun dengan harga yang murah.
Banyak
cara yang dilakukan misalnya dengan lebih jeli mengetahui di mana letak vendor yang kerap mengadakan diskon
rutin untuk produk tertentu, dengan mengurangi acara makan malam di luar
menjadi dinner di rumah tapi dengan
kualitas restoran. Belajar membuat roti, cake, snack, dessert sendiri sehingga
pengeluaran dapat di tekan dengan cerdas.
Sepotong
Klasik Tiramisu di sebuah kafe mentereng akan di hargai bervariasi sekitar IDR.
50 hingga 120 ribu perak belum lagi ditambah ppn dan service charge yang
totalnya bisa menembus 15%. Betapa mahalnya untuk orang yang hidup di taraf
sederhana!
Padahal
dengan uang segitu jika kita membuatnya sendiri di rumah bisa-bisa kita dapat
puluhan iris. Sangat jomplang sekali perbedaannya antara membeli dan membuat
sendiri.
Tipe
moderate inilah yang menurut saya perlu di kuasai oleh para perempuan
Indonesia, mengingat belum meratanya kemakmuran ekonomi di sini. Banyak orang
yang menjadi kaya tetapi lebih banyak lagi yang tidak kaya alias sederhana dan
belum terhitung lagi yang tergolong miskin.
Kebanyakan
orang yang hidup dalam garis hidup sederhana di Indonesia memiliki sedikit
sekali kesempatan untuk menyantap makanan yang mereka anggap enak yang hanya bisa
mereka dapatkan dengan menggelontorkan uang agak banyak di fast food resto, di
supermarket, di kafe, di restoran dan tempat-tempat lainnya.
Bahkan
untuk sekedar membeli kue-kue untuk anak-anaknya di toko dekat rumah saja
mereka harus berpikir dua kali karena dianggap kurang terjangkau. Ironisnya,
sebenarnya semua hal itu bisa di lakukan secara DIY alias Do It Yourself atau
bikinan sendiri dengan catatan ada kemauan untuk mempelajarinya.
Saya
suka kesal mendengar ada perempuan yang sebelum mencoba latihan membuatnya akan
buru-buru bilang kalau dia sama sekali tidak punya bakat memasak.
Betul,
memasak adalah passion. Dan tiap
orang memiliki passion atau hasrat
berbeda untuk melakukan suatu hal misalnya memasak. Tetapi jika kita tidak
begitu passionate terhadap cooking marilah kita simpan saja frasa
passion tersebut dan kita gantikan dengan frasa love. Dalam artian marilah kita
belajar memasak atas dorongan rasa cinta terhadap keluarga, dimana kita belajar
untuk menghadirkan sesuatu yang enak, lezat namun tidak sampai harus merobek
kantong.
Efeknya,
kita akan lebih di cintai oleh keluarga dan dengan berlatih terus menerus passion itu akan tumbuh sendirinya dalam
hidup kita. Apalagi masakan yang dibuat dengan cinta sudah pasti akan terasa super yummy.
Ketimbang
harus sekali seminggu membeli roti di bakery
shop karena alasan mengirit, dengan belajar membuat sendiri kita bisa
menghadirkan roti dirumah kita sesering yang kita mau. Hebatkan?
Golongan
frugal inilah yang tips dan tricks-nya akan saya share dalam blog saya ini.
BEGINNER FRUGAL
Tipe
pemula ini merupakan orang yang baru memulai untuk memasuki kehidupan bergaya
frugal.
Pada
prakteknya, mereka akan berkembang apakah akan mengarah ke pola ekstrim atau ke
yang moderate tergantung apa basicly alasan
mereka untuk mendalami frugality.
Orang
frugal di level ini masih sangat kompromis dan terbuka untuk setiap saran dan
masukan.
Demikian
guys, bunda-bunda dan teman-temanku sekalian sharing dari saya pada hari ini.
Semoga bermanfaat bagi kehidupan kita masing-masing.
Enjoy
your life as is!
Cheers!