Jumat, 25 Desember 2015

TYPE FRUGAL YANG MANAKAH KAMU?

Edit Posted by with No comments



Semakin lama saya mempelajari hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan secara Frugal semakin saya mengerti apa makna Frugal itu sebenarnya. Yang saya ketahui selama ini kalau ada seseorang yang memilih hidup dengan cara Frugal maka dengan cepat pula saya mencap dia sebagai manusia pelit dan kikir. Stigma itu akan tetap melekat dalam pikiran saya dan di masa selanjutnya mungkin saya akan sedikit menarik diri dalam pergaulan sosial dengannya. Mengapa?
Mungkin saya akan menjadi sangat penuh pertimbangan kalau ingin mengajak dia ikutan misalnya untuk sekedar Barbecue-an bareng teman-teman lain di suatu weekend karena khawatir ke-frugalan-nya akan membuatnya terkendala dengan itu. Biasanya BBQ-an yang kita adakan based on ‘patungan’ untuk membeli bahan-bahannya. Ternyata tidak semua penganut paham frugal yang seperti itu, maka kita tidak boleh menyamaratakan hal tersebut. Artinya saya masih berpeluang untuk mengajak 2 tipe frugal lain yaitu tipe frugal pemula dan tipe frugal moderate. Tapi untuk tipe yang paling ekstrim yakni tipe orang frugal yang jelas-jelas untuk dirinya sendiri saja pelit, untuk yang ini saya dengan tegas menutup kemungkinan untuk mengajak mereka patungan buat BBQ-an.
Melalui perbincangan saya dengan beberapa orang penganut paham frugal di Bali yang tidak bersedia di ekspos identitasnya (mungkin karena sedikit malu kali ya), saya terdorong untuk mengklasifikasikan tipe manusia Frugal ke dalam 3 Kategori berdasarkan cara hidup mereka menurut pengamatan saya:

EXTREME FRUGAL
What on earth there is a human type like this?

Tipe ini yang paling tidak saya mengerti. Keadaan masa lalu apa ya yang kira-kira memicu mereka menjadi orang yang seperti ini. In My Humble Opinion, ini yang terparah semua jenis frugality.

Ketika saya bekerja di sebuah wedding catering company di daerah Kuta-Bali sebagai catering co-ordinator, pernah sepasang couple datang untuk mengikuti food tasting. Bersama pasangan itu ikut pula Ibu dari sang mempelai wanita untuk menemani dan mungkin untuk membantu couple itu memberikan opini tentang kira-kira makanan apa yang cocok dan tidak cocok untuk wedding mereka nantinya. Ketika acara pencicipan usai, tiba-tiba sang ibu menghampiri saya dan berbisik supaya saya mau menyuruh server untuk membungkus seluruh makanan sisa di seluruh piring termasuk piring saya dan si Chef, bahkan termasuk tulang-tulang ayam dan sisa potongan rib steak, juga sisa-sisa dessert di beberapa crockery. Saya tanyakan itu untuk apa ? Dia langsung bilang, “ ya untuk saya nanti…sayangkan kalau tidak di habiskan and it took a lot of fortune to pay it off”. Waktu itu saya seperti freeze di udara secara itu kali pertama saya berhadapan dengan klien yang seperti itu. Okeylah  kalau sisa-sisa itu di pungut dari piring sendiri, tapi sisa makanan di piring orang lain? Oh, No! This is exactly like doing a huge crime to your own self. Buat saya ini unacceptable!
Kali lain saya meeting dengan seorang prospective client di sebuah resto high end di daerah Menteng-Jakarta Pusat. Kebetulan pihak kantor saya yang mengundang si nona manis untuk further business conversation mengingat orang tersebut memiliki akses bagus ke beberapa wedding planner terkenal di Jakarta dan sekitarnya. Atas biaya yang cukup dari kantor tempat saya bekerja, saya berinisiatif untuk memesan beberapa makanan yang lumayan mahal seperti Sop Buntut dan Iga Bakar. Seiring dengan alur diskusi kami yang berjalan sangat smooth selama acara lunch tersebut berlangsung tak terasa semua makanan yang kami pesan ludes. Kemudian ketika saya selesai melunasi bill tagihan pesanan, saya di buat terkaget-kaget bukan kepalang, pasalnya si nona manis yang saya ajak meeting itu memerintahkan pelayan untuk membungkus semua sisa air minum di semua gelas yang ada termasuk gelas saya. What the heck is goin’ on here? Sisa Air Minum??? Whaaat?????. Dengan tenang dia menerangkan kepada saya kalau setibanya di rumah, air tersebut akan di masukan ke sebuah ketel, menjerangnya di atas api dan siap untuk dia minum. Wait…wait…but suddenly I can’t breathe well!
Seketika tubuh saya melunglai soalnya sang pelayan juga terlihat semi-shock deh kayaknya mungkin hal aneh seperti ini belum pernah dia alami. Untuk memperburuk situasi, beberapa pasang mata di meja-meja lain dengan intens menatap ke arah kami dengan curiosity level setingkat intel. Halaaah! Apalagi sih ini My Dear Lord? Tapi saya tetap harus menjaga sikap saya senetral mungkin untuk membuat kekagetan saya tidak sampai terbaca oleh si nona manis demi kelanjutan bisnis dari pertemuan ini. Sebelum berpisah saya menyaksikan beliau masuk ke dalam sebuah mobil sport mahal yang saya ketahui kemudian adalah milik pribadi si nona manis. She is not poor! She is so wealthy! Semestinya dia gak sepelit itu ke dirinya sendiri, semestinya dia harus menghargai dirinya tak serendah itu menurut saya sambil mengurut dada.
Tapi saudara-saudara, yang paling parah dari yang paling parah adalah kenalan terbaru saya, sebut saja Lani. Kejadiannya baru saja terjadi minggu lalu, sepulang dari kursus membatik di Ubud, saya menumpang kendaraan Lani karena suami saya sedang tidak bisa menjemput karena suatu hal mendesak. Karena perut mulai berteriak lapar, kami bersepakat untuk mampir di sebuah Kafe di area Sunset Road. Ditengah acara makan yang penuh celoteh dan tawa cekikik kami tentang betapa tak mudahnya ternyata proses membatik itu, seketika Lani minta ijin untuk ke toilet sebentar yang ternyata menjadi tidak sebentar. Ujung-ujungnya akhirnya Lani muncul dari arah belakang kafe  dengan wajah penuh keriangan sambill menjinjing sekantung besar plastik kresek berlogo kafe tersebut. Didalamnya terdapat banyak jenis makanan yang telah expired yang tak lagi akan di pakai oleh pihak kafe. “Sayang kan dibuang, Yarra…liat nih masih bagus banget nih tortillanya..dan look at this…ini roti ciabatta-nya masih harum” kata Lani dengan semangat berapi-api.
Sekali lagi saya mengurut dada, ya ampun ada lagi nih yang model kayak beginian. Apa yang saya lihat di kantung tersebut berbanding terbalik dengan apa yang di lihat Lani. Alih-alih kagum saya malah begitu jijik melihat betapa hijaunya cendawan yang bertumbuh di permukaan roti tortilla dan roti ciabatta-nya tampak seperti kecoklatan mungkin akibat pernah jatuh ke lantai! Saya lebih baik membuat tortilla dan ciabatta homemade sendiri, murah meriah dan sehat ketimbang harus melakukan hal yang di lakukan Lani seperti ini. Hhhhh.
Dengan sumringah Lani juga berbagi cerita lain sekelumit tentang ke-ekstriman frugality-nya yang dia anggap membuatnya semakin kaya secara materi.
“Yarra, coba lihat deh kulit aku..and gimana menurut kamu”
Saya menelisik kearah kulit muka dan tangannya yang tampak normal-normal saja. “ Oh…menurut aku fine aja Lan!, bagus… tak ada masalahkan? Tanya saya
“You know what soap I use every time I go shower?” matanya mendelik
“No clue” kata saya, “ pasti soap mahal ya….produk body shop???” kata saya asal-asalan, soalnya saya tahu itu impossible…wong makanan aja minta sampahan food dari kafe. Sebenarnya ingin saya menebak,” gak pake sabun ya? supaya super irit??? Tapi yang ini cukup saya simpan di hati saja.
“Nope! aku pakai sabun cuci”
“Seriously?”
“Embeeeer! Dengan Rp. 1000,-saja, aku bisa pake itu dalam 30 hari!...wow!..Super saving ever!”
“Kamu gak takut kulit kamu bakal ancur nantinya, itukan bukan buat kulit?”
“So far so great! Buat apa pusingin tentang hal yang belum kejadian?”
“Iya sih…tapi…” ahhh…saya jadi gak bisa ngomong apa-apa lagi.
This is it…the most frugal person I have ever met in my life. Tobat..Tobat!
How come she consciously will have that “craps” as her food?
Bukankah makanan busuk tempat yang paling di sukai bakteri jahat untuk bertumbuh? Maksudnya kamu makan bakteri gitu…Lan? Hiiiiiii……
Ah! Gak ngerti deh!

MODERATE FRUGAL
Dari segala tingkatan kefrugalan, tipe ini yang saya anggap paling masuk akal dan sehat. Tipe inilah yang A to Z nya ingin saya pelajari lebih mendalam.
Tipe moderate ini saya golongkan sebagai tipe orang frugal yang harus hidup menghemat atau mengencangkan ikat pinggang akibat keadaan ekonomi yang sedang sulit dan orang yang menganut paham ini jelas-jelas bukan orang kikir.
Di era finansial macam sekarang ini dimana banyak pihak yang terkena imbas kesulitan moneter, banyak ibu rumah tangga khususnya para stay at home moms yang berjuang untuk tetap dapat mempertahankan situasi rumah tangga yang kondusif dengan cara berusaha memberikan kualitas kehidupan misalnya melalui makanan yang di masaknya untuk tetap memiliki standar yang sama ketika masa ekonomi sulit belum terjadi.
Tipe ini tidak akan pernah mengorbankan keluarganya untuk menyantap sesuatu yang kadaluarsa, melainkan dia akan memutar otak untuk bagaimana mendapatkan makanan segar bergizi namun dengan harga yang murah.
Banyak cara yang dilakukan misalnya dengan lebih jeli mengetahui di mana letak vendor yang kerap mengadakan diskon rutin untuk produk tertentu, dengan mengurangi acara makan malam di luar menjadi dinner di rumah tapi dengan kualitas restoran. Belajar membuat roti, cake, snack, dessert sendiri sehingga pengeluaran dapat di tekan dengan cerdas.
Sepotong Klasik Tiramisu di sebuah kafe mentereng akan di hargai bervariasi sekitar IDR. 50 hingga 120 ribu perak belum lagi ditambah ppn dan service charge yang totalnya bisa menembus 15%. Betapa mahalnya untuk orang yang hidup di taraf sederhana!
Padahal dengan uang segitu jika kita membuatnya sendiri di rumah bisa-bisa kita dapat puluhan iris. Sangat jomplang sekali perbedaannya antara membeli dan membuat sendiri.
Tipe moderate inilah yang menurut saya perlu di kuasai oleh para perempuan Indonesia, mengingat belum meratanya kemakmuran ekonomi di sini. Banyak orang yang menjadi kaya tetapi lebih banyak lagi yang tidak kaya alias sederhana dan belum terhitung lagi yang tergolong miskin.
Kebanyakan orang yang hidup dalam garis hidup sederhana di Indonesia memiliki sedikit sekali kesempatan untuk menyantap makanan yang mereka anggap enak yang hanya bisa mereka dapatkan dengan menggelontorkan uang agak banyak di fast food resto, di supermarket, di kafe, di restoran dan tempat-tempat lainnya.
Bahkan untuk sekedar membeli kue-kue untuk anak-anaknya di toko dekat rumah saja mereka harus berpikir dua kali karena dianggap kurang terjangkau. Ironisnya, sebenarnya semua hal itu bisa di lakukan secara DIY alias Do It Yourself atau bikinan sendiri dengan catatan ada kemauan untuk mempelajarinya.
Saya suka kesal mendengar ada perempuan yang sebelum mencoba latihan membuatnya akan buru-buru bilang kalau dia sama sekali tidak punya bakat memasak.
Betul, memasak adalah passion. Dan tiap orang memiliki passion atau hasrat berbeda untuk melakukan suatu hal misalnya memasak. Tetapi jika kita tidak begitu passionate terhadap cooking marilah kita simpan saja frasa passion tersebut dan kita gantikan dengan frasa love. Dalam artian marilah kita belajar memasak atas dorongan rasa cinta terhadap keluarga, dimana kita belajar untuk menghadirkan sesuatu yang enak, lezat namun tidak sampai harus merobek kantong.
Efeknya, kita akan lebih di cintai oleh keluarga dan dengan berlatih terus menerus passion itu akan tumbuh sendirinya dalam hidup kita. Apalagi masakan yang dibuat dengan cinta sudah pasti akan terasa super yummy.
Ketimbang harus sekali seminggu membeli roti di bakery shop karena alasan mengirit, dengan belajar membuat sendiri kita bisa menghadirkan roti dirumah kita sesering yang kita mau. Hebatkan?
Golongan frugal inilah yang tips dan tricks-nya akan saya share dalam blog saya ini.
BEGINNER FRUGAL
Tipe pemula ini merupakan orang yang baru memulai untuk memasuki kehidupan bergaya frugal.
Pada prakteknya, mereka akan berkembang apakah akan mengarah ke pola ekstrim atau ke yang moderate tergantung apa basicly alasan mereka untuk mendalami frugality.
Orang frugal di level ini masih sangat kompromis dan terbuka untuk setiap saran dan masukan.
Demikian guys, bunda-bunda dan teman-temanku sekalian sharing dari saya pada hari ini. Semoga bermanfaat bagi kehidupan kita masing-masing.
Enjoy your life as is!
Cheers!


0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...