Jumat, 25 Desember 2015

SAYA TIDAK PUNYA KARTU KREDIT DAN SAYA BANGGA!

Edit Posted by with No comments


Sejak dahulu sampai sekarang saya tidak memiliki kartu kredit dan saya sama sekali tidak punya rencana cadangan untuk memilikinya suatu waktu nanti.

Tak sedikit yang terheran-heran mengetahui hal ini, ada yang tertawa mengejek, ada yang langsung membaptis saya dengan sebutan or-ja-dul alias orang jaman dulu, ada yang apatis dan ada pula yang menasihati saya kegunaan mujarab kartu ajaib ini seolah-olah dengan tidak memilikinya adalah suatu kecacatan sosial.

Di jaman teknologi kekinian, memiliki kartu kredit sudah hampir identik dengan memiliki kartu identitas. Tingkat keekslusifan kartunya pun menjadi pembanding antara pribadi yang sukses dan kaum kebanyakan. Yang berbasis gold card diyakini sebagai orang yang cemerlang dan gemilang dalam karir, yang pakai kartu standard ya se-standard kartunya, meskipun bagi pihak bank penerbit kartu, mereka adalah ceruk market empuk yang menguntungkan tapi di mata khalayak, pemegang kartu standard tetap kalah pamor dari yang gold.

Meskipun saya di tahbiskan teman-teman sebagai orang jaman dulu tentunya tidak sepenuhnya saya mutlak hidup men-jadul. Saya memang tidak lagi membawa cash seperti para ancestor di masa lalu tapi saya juga punya kartu alakazzam yaitu kartu debit.

Kartu debit adalah kartu ajaib saya. Saya sangat takut berhutang.

Saya di besarkan dari keluarga yang akrab dengan saudara-saudara dari kedua belah pihak ayah dan ibu, dari keluarga kakak ayah, adik ibu dan demikian seterusnya. Ketika kami berkumpul bersama dalam acara-acara keluarga seperti arisan, tak jarang terlontar curahan hati para paman, tante, sepupu bagaimana hancurnya hidup mereka karena terlilit hutang kartu kredit. Mulai yang bangkrut secara materi sampai yang porak poranda oleh karena tekanan mental akibat pressure yang mendera pasca penggunaan kartu kredit secara sloppily.

Sebenarnya keberadaan kartu kredit itu sejatinya adalah untuk membantu tiap-tiap holder-nya jika memahami apa dan bagaimana hakikat kartu kredit seharusnya digunakan dan dikendalikan.

Kartu kredit adalah hutang yang di berikan secara ramah tanpa kita harus memohon-mohon setengah mati supaya di berikan seperti saat kita meminta pertolongan teman atau saudara saat meminjam uang di waktu yang genting. Tapi sebagaimana layaknya hutang, tagihannya pun harus sesegera mungkin di lunasi agar bunganya tidak membengkak. Jalan terbaik dalam pengelolaannya hanya ada satu opsi yakni tidak membayar kartu kredit secara mencicil, maksudnya nominal yang harus kita bayarkan adalah sebesar nominal yang kita pinjam dalam kurun waktu 30 hari. Kalau anda nekat mencicil apalagi dengan menggunakan plafon minimum installment payment maka bersiaplah untuk segala konsekuensinya. Karena dititik ini kartu kredit sudah tidak ramah lagi.

Ciri-ciri orang frugal adalah anti berhutang. Jadi jika berminat memasuki wilayah kehidupan ala frugal, gunting dulu kartu kredit anda. Orang frugal menyadari benar mengapa mereka turn into frugality, dimana konsumerisme things adalah tidak lagi menjadi point utama dalam hidupnya.

Orang frugal menjalani hidup dengan berhemat. Orang frugal tidak peduli jika di katakan orang bahwa dia tidak keren. Orang frugal tidak berkompetisi dengan orang lain untuk memiliki suatu barang, jika seseorang begitu bangga dengan tas atau pakaian besutan perancang kenamaan, orang frugal akan bangga mengenakan tas yang hanya di beli di pasar atau pakaian hasil jahitan sendiri.

Orang frugal bukan berarti orang miskin karena gaya hidupnya yang seolah-olah tidak mengikuti dinamisme lifestyle yang cepat berubah tapi merupakan orang yang berupaya menahan diri dengan tidak membeli barang yang dirasa tidak perlu untuk di beli dan lebih terdorong untuk membuat sendiri segala sesuatu yang sebenarnya tidak perlu di dapatkan dengan jalan membeli. Pada akhirnya orang frugal akan memiliki tabungan yang cukup dari hasil gaya hidup yang ditekan keborosannya dan lebih memiliki kehidupan yang sustainable atau berkesinambungan.

Biasanya orang frugal tipe pemula atau yang saya golongkan sebagai beginner level masih berada di titik persimpangan antara keinginan menjadi frugal dan masih kuatnya keinginan untuk tetap eksis di kehidupan sosial sebelumnya yang sarat dengan kompetisi dalam hal membeli barang, seperti saat teman kita sudah mengganti telepon selularnya dengan iPhone keluaran terbaru sedangkan milik kita masih yang itu-itu saja. Mau membeli yang baru yang lama masih sangat bagus kondisinya, kalau tidak ikutan beli wah malu dan gengsi dong. Tapi bagaimana sedangkan kondisi keuangan kurang bersahabat.

Tipe pemula ini harus bertanya lagi pada diri sendiri apakah secara mental dia sudah siap untuk menjadi frugal. Tentunya menjadi frugal bukan berarti kita serta merta menarik diri dari kehidupan sosial, hanya saja kita sudah keluar dari arena sirkuit persaingan dalam hal membelanjakan barang dan kita tegas mengatakan bahwa kita menjadi frugal karena untuk alasan penghematan.

Ada pemeo berbunyi seperti ini, “Frugal people have thrown their pride away to the next Tuesday!” Kurang lebih artinya penganut frugality sudah tidak lagi berada pada titik bahwa ia harus memusingkan apa kata orang atau berusaha keras menjaga gengsi untuk tetap seolah berada di posisi tinggi. Tidak! Orang frugal sudah one step ahead dan lebih dewasa secara mental. Yang dilakukan sekarang adalah menjalani hidup dengan baik sehemat mungkin, mengasah dan memberdayagunakan ketrampilan pribadi untuk tetap dapat berada pada standar hidup yang di targetkan.

So, are you ready to join the club?

LOL



0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...