Kamis, 24 Desember 2015

TEMPURA, MEMBUATNYA TAK SESIMPEL YANG KITA KIRA

Edit Posted by with No comments



Tempura yang crunchy dan lezat



Makanan yang enak, tasty, berkelas dan mahal menurut pengamatan saya all over the years hampir dapat dipastikan 99.9% diproses dengan rasa respek dan hormat terhadap bahan makanan itu sendiri. Hal ini tidak hanya berpatokan kepada satu jenis material saja misalnya sebut saja beef, No! but bisa di bilang terhadap semua jenis makanan yang hendak di sajikan sesuai pesanan, bisa ayam, bebek, ikan, segala jenis krustacea dan lain sebagainya.


Saya tidak ingin mengatakan bahwa semua makanan diluar dari yang di sajikan di fine dining resto semacam street vendor atau penjual makan kaki lima memperlakukan makanan dengan tidak hormat whatsoever, tetapi saya harus mengakui kalau mereka memang hanya “kurang menghargai” saja. Pembuktiannya terletak pada durasi proses memasaknya.


Di restoran mewah, Ayam Hainan misalnya di masak secara slow cook, tidak terburu-buru, dengan menggunakan panas api yang rendah dan sepanjang waktu memasaknya sang koki berusaha untuk memperlambat titik didih air perebusan dengan cara mengecilkan nyala api ketika air hampir mendidih dan ini dilakukan berulang-ulang sehingga ini seperti memberi waktu yang cukup bagi ayam tersebut secara perlahan mengeluarkan seluruh sari patinya yang membuat daging dan kaldunya terasa ‘nendang’ sempurna pada saat di santap kemudian. Semua perlakuan ini yang membuat konsumer dimanjakan dengan rasa yang luar biasa enak yang tidak bakal mereka temukan pada waktu mereka menyantap Ayam Hainan serupa tapi di tempat makan berbeda, contohnya di resto cepat saji, di rumah makan biasa ataupun di street vendor pinggir jalan.


Kulminasi sensasi ledakan rasa yang pelanggan dapatkan di restoran mewah tersebut yang memicu keberanian kedua belah pihak baik itu pembeli dan penyedia makanan. Yang satu dengan berani mematok harga yang fantastis mengingat pengorbanan waktu yang di dedikasikan, pengadaan bahan pilihan berkualitas jempolan dan pihak pembeli tentunya berani untuk membayar berapa saja mata uang yang dipasang penyedia makanan demi mendapatkan eksplosif rasa lezat yang jarang didapatkan di tempat makan biasa-biasa saja.

Ada hal ironis yang saya dapatkan pada akhirnya. Ternyata terkadang bahan-bahan yang di pakai untuk membuat makanan tersebut ‘sama ‘ alias ‘identik’ di kedua jenis penjual (resto mahal vs resto biasa-biasa saja). Kalau ingredients-nya sama kok rasanya bisa gak sama? W-H-Y? Yang satu rasanya keluar namun yang satu lagi hanya sebatas gurih saja..itu tok. Padahal investasi yang di keluarkan untuk membuat rasa yang ‘Mediocre’ menjadi ‘Amazebalz’ hanyalah terletak pada Waktu yang di berikan untuk proses pemasakan itu sendiri.


Jawabannya adalah WAKTU. Buat saya ini sangat filosofis ya…


Sebagaimana yang kita tahu sejak ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu, WAKTU di kenal sebagai penyembuh. Mungkin kalian pernah dengar pemeo yang berbunyi ‘Time is The True Healer’ atau Waktu adalah penyembuh sejati. WAKTU bisa dibilang merupakan salah satu komponen dari Penyembuh segala penyakit baik itu sakit rohani maupun jasmani., disamping tentu saja ramuan obat as a staple.


Belakangan saya mengetahui bahwa WAKTU ternyata adalah PELEZAT. Mau masakan kamu enak? Berikan waktu yang cukup saat memprosesnya. That simple! But the result on the end is definitely not come in simple!

Tapi ada yang mesti di ingat juga kalau slow cook tidak serta merta berlaku pada setiap masakan ya say….tentu saja ini sama sekali tidak berlaku ketika kita memasak veggies atau sayur mayur. Walah! Bisa membubur nanti sayurnya.


Tempura, seperti makanan lainnya bisa dibawa kemana kita suka, disini maksudnya tentang arah penyajiannya ya. Artinya bisa dibawa secara kualitas fine dining atau restoran berkelas atau bisa di buat secara street vendor a.k.a penjual pinggir jalan. Yang mau saya bahas di sini pastinya yang pertama ya guys.


Tempura sebenarnya versatile yakni bisa di sajikan secara flaky atau beremah, bisa juga tidak. Ini kembali pada preferensi kita masing-masing.  Banyak yang beranggapan membuat tempura itu pekerjaan remeh, sebatas menggoreng gorengan yang berlumur tepung and that’s it…beres! Padahal percaya gak percaya…koki-koki di Jepang sendiri perlu bertahun-tahun trial and error untuk mastering membuat tempura yang baik dan benar.


Pilihan untuk membuat tempura sangatlah luas, tapi yang paling umum secara pasti bintangnya tidak lain dari Udang Galah atau udang yang berukuran agak besar dari udang biasa.Tapi yang bisa di jadikan tempura tidak hanya udang, bahan lain pun bisa seperti misalnya jagung muda, baby carrot, labu kuning atau butternut squash, kepala udang juga okay dokey, belut bahkan dedaunan sayuran pun juga bisa.


Berbicara mengenai Tempura tentunya tidak bisa melenceng dari pakemnya yaitu crunchiness atau kerenyahan. Tempura yang sempurna haruslah memiliki kerenyahan maksimum, tidak berminyak berlebihan here and there (karena di tiriskan setelah diangkat dari penggorengan) dan mempunyai baluran tepung yang tebal.


Satu komponen lain yang menyertai proses pemasakan berkelas resto di hotel bintang lima berkutat di mulai dari proses pembersihan bahan makanan tersebut. Dalam hal ini udang, nah udang harus sebelumnya di cuci bersih, kotoran di singkirkan, kepala di potong ( kepala udang bisa di goreng tersendiri jika berminat dan tidak di campur dengan badannya). Kemudian yang kita lakukan adalah mengkerat bagian punggung udang memanjang vertikal dari atas ke bawah, disana akan kita temukan semacam tali hitam halus berwarna kehitaman. Ambil dan buang.


Selanjutnya kita kerat-kerat juga buku-buku badan udang secara horizontal dari kiri ke kanan dari buku teratas sampai pada buku dekat ekor. Fabulous!


Sekarang mari kita ulas tentang tepung pelapisnya. Basicly, tepung terigu protein rendah yang banyak di pergunakan sebagai bahan pelapis. Tetapi ada orang yang suka mencampurnya dengan jenis tepung lain, ini pun tidak salah. Pencampuran sedikit tepung beras ataupun tepung tapioca di tujukan untuk memperoleh hasil final yang kita targetkan. Buat saya pribadi, saya lebih suka untuk tidak mencampur terigu dengan tepung lain jika saya ingin memakannya tak lama setelah tempura diangkat dari kompor. Mengingat teksturnya tentu saja masih sangat Crunchy dan ketika digigit masih akan menghasilkan suara kres..kres…kres yang nyaring.


Tapi semisal kita ingin menyantapnya agak lama setelah itu, tidak ada salahnya menambahkan sedikit tepung beras untuk tetap membantu mempertahankan tekstur tetap garing. Tapioka sendiri di maksudkan untuk menghasilkan campuran batter yang sedikit chewy atau kenyal saat di gigit, tapi tapioka tidak dapat diharapkan untuk beraksi sama sebagaimana peranan tepung beras yang kurang lebih mampu untuk membuat tempura agak mengeras.

Pelapis untuk tempura wajibnya terdiri dari 2 macam, yang pertama pelapis kering yaitu tepung yang kita siapkan di sebuah wadah. Pelapis satu lagi pelapis basah yang terbuat dari hasil pencampuran dari:


TEPUNG + AIR ES + Sedikit GARAM + Sedikit SODA KUE


(aduk merata dan diamkan minimal 5-8 menit sebelum di gunakan)


Untuk rasio perbandingan bahannya biasanya berbalik lagi pada insting kita masing-masing, tidak ada aturan bakunya. Sebagai seorang home cook kita pastinya mempunyai perasaan yang menuntun kita mencampurkan bahan demi bahan menjadi suatu larutan batter atau pelapis. Insting natural ini akan mengkonfirmasi kita kira-kira konsistensi seperti apa yang kita inginkan. Memasak itu sesuatu yang super alami sebenarnya, sesuatu yang keluar dari hati paling dalam yang pada dasarnya tidak boleh di pagari oleh batasan-batasan instruksi resep tertentu. Mengikuti kata hati sendiri terbukti akan bermuara menghasilkan masakan yang maknyusss, lezat dan memuaskan semua lidah.


Adanya resep lebih menjadi penuntun saja tapi menurut saya tak melulu harus ‘plek-plek’ kita ikuti karena dalam perjalanannya kita biasanya akan mampu berkreatifitas menciptakan makanan dengan gaya dan mengikuti taste bud kita sendiri.


Gunakan minyak sayur yang banyak atau teknik deep frying dalam menggoreng tempura. Api usahakan kecil namun upayakan ketika udang kita masukkan, minyak telah berada dalam kondisi panas siap goreng.


Untuk tempura yang flaky atau beremah, pertama sekali kita celupkan tangan kanan kita ke pelapis basah (larutan batter) hingga terendam dan terlumuri larutan. Lalu bawa tangan kita ke atas wajan namun tidak terlalu dekat dan cipratkan (serpihkan) larutan di sekujur tangan kita ke dalam minyak. Ini akan menghasilkan remah-remah tepung yang tergoreng.


Selanjutnya langsung kita masukkan udang (yang telah kita lumuri dengan pelapis kering dan setelah itu kemudian kita cemplungkan ke pelapis basah, lumuri hanya badannya saja, ekornya jangan kita lumuri tepung ya). Ketika udang sudah berada di wajan berisi minyak, dengan menggunakann sumpit dekatkan udang ke remah-remah yang mengambang di atas minyak. Dengan begitu maka remah-remah akan menempel ke seluruh badan udang. Setelah cukup matang segera kita angkat dan tiriskan.


Ada lebih dari 1001 cara bagaimana memasak tempura baik itu yang mudah maupun yang lumayan njlimet sampai yang tersulit sekalipun, tapi dengan trik-trik diatas kemungkinan besar untuk kita memperoleh hasil akhir memuaskan seperti yang di sajikan di kafe atau restoran berkelas internasional akan dapat terealisasikan.


Tips ini kebetulan saya dapatkan langsung dari seorang Senior Chef berkebangsaan Jepang asal Hokkaido yang saya temui di sela-sela kompetisi memasak antar chef yang diselenggarakan oleh salah satu distributor olive oil terbesar di Bali pada tahun 2013. Kompetisi ini di adakan di daerah Nusa Dua Bali.


Happy cooking Guys… dan Mari beri respek pada bahan makanan yang akan kita olah.


See you soon on my next article…


Cheers!





0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...