Tempura yang crunchy dan lezat |
Makanan yang enak, tasty,
berkelas dan mahal menurut pengamatan saya all over the years hampir dapat dipastikan 99.9% diproses
dengan rasa respek dan hormat terhadap bahan makanan itu sendiri. Hal ini tidak
hanya berpatokan kepada satu jenis material saja misalnya sebut saja beef, No! but bisa di bilang terhadap semua jenis
makanan yang hendak di sajikan sesuai pesanan, bisa ayam, bebek, ikan, segala
jenis krustacea dan lain sebagainya.
Saya tidak ingin mengatakan bahwa semua makanan diluar dari
yang di sajikan di fine dining resto semacam street vendor atau penjual makan kaki lima
memperlakukan makanan dengan tidak hormat whatsoever, tetapi saya harus mengakui kalau
mereka memang hanya “kurang menghargai” saja. Pembuktiannya terletak pada
durasi proses memasaknya.
Di restoran mewah, Ayam Hainan misalnya di masak secara slow cook, tidak
terburu-buru, dengan menggunakan panas api yang rendah dan sepanjang waktu
memasaknya sang koki berusaha untuk memperlambat titik didih air perebusan
dengan cara mengecilkan nyala api ketika air hampir mendidih dan ini dilakukan
berulang-ulang sehingga ini seperti memberi waktu yang cukup bagi ayam tersebut
secara perlahan mengeluarkan seluruh sari patinya yang membuat daging dan
kaldunya terasa ‘nendang’ sempurna pada saat di santap kemudian. Semua
perlakuan ini yang membuat konsumer dimanjakan dengan rasa yang luar biasa enak
yang tidak bakal mereka temukan pada waktu mereka menyantap Ayam Hainan serupa
tapi di tempat makan berbeda, contohnya di resto cepat saji, di rumah makan
biasa ataupun di street vendor pinggir jalan.
Kulminasi sensasi ledakan rasa yang pelanggan dapatkan di
restoran mewah tersebut yang memicu keberanian kedua belah pihak baik itu
pembeli dan penyedia makanan. Yang satu dengan berani mematok harga yang
fantastis mengingat pengorbanan waktu yang di dedikasikan, pengadaan bahan
pilihan berkualitas jempolan dan pihak pembeli tentunya berani untuk membayar
berapa saja mata uang yang dipasang penyedia makanan demi mendapatkan eksplosif
rasa lezat yang jarang didapatkan di tempat makan biasa-biasa saja.
Ada hal ironis yang saya dapatkan pada akhirnya. Ternyata
terkadang bahan-bahan yang di pakai untuk membuat makanan tersebut ‘sama ‘
alias ‘identik’ di kedua jenis penjual (resto mahal vs resto biasa-biasa saja).
Kalau ingredients-nya
sama kok rasanya bisa gak sama? W-H-Y? Yang satu
rasanya keluar namun yang satu lagi hanya sebatas gurih saja..itu tok. Padahal
investasi yang di keluarkan untuk membuat rasa yang ‘Mediocre’ menjadi
‘Amazebalz’ hanyalah terletak pada Waktu yang di berikan untuk proses pemasakan
itu sendiri.
Jawabannya adalah WAKTU. Buat saya ini sangat filosofis ya…
Sebagaimana yang kita tahu sejak ribuan bahkan jutaan tahun
yang lalu, WAKTU di kenal sebagai penyembuh. Mungkin kalian pernah dengar pemeo
yang berbunyi ‘Time
is The True Healer’ atau Waktu adalah penyembuh sejati. WAKTU bisa dibilang
merupakan salah satu komponen dari Penyembuh segala penyakit baik itu sakit
rohani maupun jasmani., disamping tentu saja ramuan obat as a staple.
Belakangan saya mengetahui bahwa WAKTU ternyata adalah PELEZAT.
Mau masakan kamu enak? Berikan waktu yang cukup saat memprosesnya. That simple! But the
result on the end is definitely not come in simple!
Tapi ada yang mesti di ingat juga kalau slow cook tidak
serta merta berlaku pada setiap masakan ya say….tentu saja ini sama sekali
tidak berlaku ketika kita memasak veggies atau sayur mayur. Walah! Bisa
membubur nanti sayurnya.
Tempura, seperti makanan lainnya bisa dibawa kemana kita
suka, disini maksudnya tentang arah penyajiannya ya. Artinya bisa dibawa secara
kualitas fine dining atau restoran berkelas atau bisa di
buat secara street vendor a.k.a penjual pinggir jalan. Yang mau
saya bahas di sini pastinya yang pertama ya guys.
Tempura sebenarnya versatile yakni bisa di sajikan secara flaky atau beremah, bisa juga tidak. Ini
kembali pada preferensi kita masing-masing. Banyak
yang beranggapan membuat tempura itu pekerjaan remeh, sebatas menggoreng
gorengan yang berlumur tepung and that’s it…beres! Padahal percaya gak
percaya…koki-koki di Jepang sendiri perlu bertahun-tahun trial and error untuk mastering membuat tempura yang baik dan
benar.
Pilihan untuk membuat tempura sangatlah luas, tapi yang
paling umum secara pasti bintangnya tidak lain dari Udang Galah atau udang yang
berukuran agak besar dari udang biasa.Tapi yang bisa di jadikan tempura tidak
hanya udang, bahan lain pun bisa seperti misalnya jagung muda, baby carrot, labu
kuning atau butternut squash,
kepala udang juga okay dokey, belut
bahkan dedaunan sayuran pun juga bisa.
Berbicara mengenai Tempura tentunya tidak bisa melenceng
dari pakemnya yaitu crunchiness atau kerenyahan. Tempura yang
sempurna haruslah memiliki kerenyahan maksimum, tidak berminyak berlebihan here and there (karena di tiriskan setelah diangkat
dari penggorengan) dan mempunyai baluran tepung yang tebal.
Satu komponen lain yang menyertai proses pemasakan berkelas
resto di hotel bintang lima berkutat di mulai dari proses pembersihan bahan
makanan tersebut. Dalam hal ini udang, nah udang harus sebelumnya di cuci
bersih, kotoran di singkirkan, kepala di potong ( kepala udang bisa di goreng
tersendiri jika berminat dan tidak di campur dengan badannya). Kemudian yang
kita lakukan adalah mengkerat bagian punggung udang memanjang vertikal dari
atas ke bawah, disana akan kita temukan semacam tali hitam halus berwarna
kehitaman. Ambil dan buang.
Selanjutnya kita kerat-kerat juga buku-buku badan udang
secara horizontal dari kiri ke kanan dari buku teratas sampai pada buku dekat
ekor. Fabulous!
Sekarang mari kita ulas tentang tepung pelapisnya. Basicly, tepung terigu protein rendah yang
banyak di pergunakan sebagai bahan pelapis. Tetapi ada orang yang suka
mencampurnya dengan jenis tepung lain, ini pun tidak salah. Pencampuran sedikit
tepung beras ataupun tepung tapioca di tujukan untuk memperoleh hasil final
yang kita targetkan. Buat saya pribadi, saya lebih suka untuk tidak mencampur
terigu dengan tepung lain jika saya ingin memakannya tak lama setelah tempura
diangkat dari kompor. Mengingat teksturnya tentu saja masih sangat Crunchy dan ketika digigit masih akan
menghasilkan suara kres..kres…kres yang nyaring.
Tapi semisal kita ingin menyantapnya agak lama setelah itu,
tidak ada salahnya menambahkan sedikit tepung beras untuk tetap membantu
mempertahankan tekstur tetap garing. Tapioka sendiri di maksudkan untuk
menghasilkan campuran batter yang sedikit chewy atau kenyal saat di gigit, tapi
tapioka tidak dapat diharapkan untuk beraksi sama sebagaimana peranan tepung
beras yang kurang lebih mampu untuk membuat tempura agak mengeras.
Pelapis untuk tempura wajibnya terdiri dari 2 macam, yang
pertama pelapis kering yaitu tepung yang kita siapkan di sebuah wadah. Pelapis
satu lagi pelapis basah yang terbuat dari hasil pencampuran dari:
TEPUNG + AIR ES + Sedikit GARAM + Sedikit
SODA KUE
(aduk merata dan diamkan minimal 5-8 menit
sebelum di gunakan)
Untuk rasio perbandingan bahannya biasanya berbalik lagi
pada insting kita masing-masing, tidak ada aturan bakunya. Sebagai seorang home cook kita pastinya mempunyai perasaan yang
menuntun kita mencampurkan bahan demi bahan menjadi suatu larutan batter atau pelapis. Insting natural ini akan
mengkonfirmasi kita kira-kira konsistensi seperti apa yang kita inginkan.
Memasak itu sesuatu yang super alami sebenarnya, sesuatu yang keluar dari hati
paling dalam yang pada dasarnya tidak boleh di pagari oleh batasan-batasan
instruksi resep tertentu. Mengikuti kata hati sendiri terbukti akan bermuara
menghasilkan masakan yang maknyusss, lezat dan memuaskan semua lidah.
Adanya resep lebih menjadi penuntun saja tapi menurut saya
tak melulu harus ‘plek-plek’ kita ikuti karena dalam perjalanannya kita
biasanya akan mampu berkreatifitas menciptakan makanan dengan gaya dan
mengikuti taste bud kita sendiri.
Gunakan minyak sayur yang banyak atau teknik deep frying dalam menggoreng tempura. Api usahakan
kecil namun upayakan ketika udang kita masukkan, minyak telah berada dalam
kondisi panas siap goreng.
Untuk tempura yang flaky atau beremah, pertama sekali kita
celupkan tangan kanan kita ke pelapis basah (larutan batter) hingga
terendam dan terlumuri larutan. Lalu bawa tangan kita ke atas wajan namun tidak
terlalu dekat dan cipratkan (serpihkan) larutan di sekujur tangan kita ke dalam
minyak. Ini akan menghasilkan remah-remah tepung yang tergoreng.
Selanjutnya langsung kita masukkan udang (yang telah kita
lumuri dengan pelapis kering dan setelah itu kemudian kita cemplungkan ke
pelapis basah, lumuri hanya badannya saja, ekornya jangan kita lumuri tepung
ya). Ketika udang sudah berada di wajan berisi minyak, dengan menggunakann
sumpit dekatkan udang ke remah-remah yang mengambang di atas minyak. Dengan
begitu maka remah-remah akan menempel ke seluruh badan udang. Setelah cukup
matang segera kita angkat dan tiriskan.
Ada lebih dari 1001 cara bagaimana memasak tempura baik itu
yang mudah maupun yang lumayan njlimet sampai yang tersulit sekalipun, tapi
dengan trik-trik diatas kemungkinan besar untuk kita memperoleh hasil akhir
memuaskan seperti yang di sajikan di kafe atau restoran berkelas internasional
akan dapat terealisasikan.
Tips ini kebetulan saya dapatkan langsung dari seorang
Senior Chef berkebangsaan Jepang asal Hokkaido yang saya temui di sela-sela
kompetisi memasak antar chef yang diselenggarakan oleh salah satu distributor olive oil terbesar di Bali pada tahun 2013.
Kompetisi ini di adakan di daerah Nusa Dua Bali.
Happy cooking Guys…
dan Mari beri respek pada bahan makanan yang akan kita olah.
See you soon on my next article…
Cheers!
0 komentar:
Posting Komentar